MAKALAH
Oleh :
Halimah Kurnianingsih
NIM: 10120082
SKI
BAB I
PENDAHULUAN
Nama
besarnya telah membelah perhatian dunia intelektualisme universal. Konsep dan
teorinya tentang penggabungan ilmu pengetahuan telah mengilhami berdirinya
berbagai megaproyek keilmuan, semisal International Institute of Islamic Thougth (IIIT)
di Amerika Serikat dan lembaga sejenis di Malaysia.
Keprihatinan
Faruqi terhadap kondisi umat Islam yang tenggelam dalam adopsi sistem
pendidikan barat, maka menurutnya, tidak ada cara lain untuk membangkitkan
Islam dan menolong nestapa dunia, kecuali dengan mengkaji kembali kultur
keilmuan Islam masa lalu, masa kini dan keilmuan barat, untuk kemudian
mengolahnya menjadi keilmuan yang rahmatan li al ‘alamin, melalui apa yang
disebut “islamisasi ilmu” yang kemudian disosialisasikan lewat sistem
pendidikan Islam yang integral.
Dalam
makalah ini akan kami sertakan biografi singkat dari Ismail Raji Al-Faruqi
sebagai gambaran tentang latarbelakang kehidupannya, kemudian kami lengkapi
dengan pemikiran-pemikirannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Ismail
Raji Al Faruqi dilahirkan di daerah Jaffa, Palestina, pada 1 Januari 1921,
sebelum wilayah ini diduduki Israel. Saat itu Palestina masih begitu harmonis
dalam pelukan kekuasaan Arab. Al Faruqi melalui pendidikan dasarnya di College
des Freres, Lebanon sejak 1926 hingga 1936. Pendidikan tinggi ia tempuh di The
American University, di Beirut. Gelar sarjana muda pun ia gapai
pada 1941. Lulus sarjana, ia kembali ke tanah kelahirannya menjadi pegawai di
pemerintahan Palestina, di bawah mandat Inggris selama empat tahun, sebelum
akhirnya diangkat menjadi gubernur Galilea yang terakhir. . Namun
pada 1947 provinsi yang dipimpinnya jatuh ke tangan Israel, hingga ia pun
hijrah ke Amerika Serikat.
Pada
1954, dia kembali ke dunia Arab dan mempelajari Islam di Universitas al-Azhar,
Kairo. Dia selanjutnya belajar dan melakukan penelitian di pusat-pusat utama
ilmu di dunia Muslim dan Barat sebagai guru Besar Tamu Studi Islam di Institut
Studi-studi Islam dan di Fakultas Teologi, Universitas McGill (1959-1961), tempat
dia mempelajari Kristen dan Yahudi; Profesor Studi-studi Islam di Institut
Pusat Riset Islam di Karachi, Pakistan (1961-1963); dan Guru Besar Tamu untuk
sejarah Agama-Agama di Universitas Chicago (1963-1964).
Selama 10 tahun dia tampil sebagai seorang Arab ahli waris modernisme Islam dan empirisme Barat, pada akhir 1960-an dan awal 1970-an dia secara progresif berperan sebagai sarjana aktivis Islam. Islam dalam pandangan dia, merupakan suatu ideologi yang serba meliputi, identitas primer bagi suatu komunitas orang beriman (umat) sedunia dan prinsip pemandu bagi masyarakat dan budaya. Al-Faruqi mendasarkan interpretasi Islamnya pada doktrin tauhid (keesaan Tuhan), memadukan penegasan klasik sentralitas keesaan Tuhan (monoteis) dengan interpretasi modernis (ijtihad) dan penerapan Islam dalam kehidupan modernis. Dalam kitabnya Tawhid: Its Implications for Thought and Life, dia melukiskan tauhid sebagai esensi pengalaman keagamaan, inti Islam, dan prinsip sejarah, pengetahuan, etika, estetika, umat (komunitas Muslim), keluarga, serta tatanan politik sosial ekonomi, dan dunia.
Selama 10 tahun dia tampil sebagai seorang Arab ahli waris modernisme Islam dan empirisme Barat, pada akhir 1960-an dan awal 1970-an dia secara progresif berperan sebagai sarjana aktivis Islam. Islam dalam pandangan dia, merupakan suatu ideologi yang serba meliputi, identitas primer bagi suatu komunitas orang beriman (umat) sedunia dan prinsip pemandu bagi masyarakat dan budaya. Al-Faruqi mendasarkan interpretasi Islamnya pada doktrin tauhid (keesaan Tuhan), memadukan penegasan klasik sentralitas keesaan Tuhan (monoteis) dengan interpretasi modernis (ijtihad) dan penerapan Islam dalam kehidupan modernis. Dalam kitabnya Tawhid: Its Implications for Thought and Life, dia melukiskan tauhid sebagai esensi pengalaman keagamaan, inti Islam, dan prinsip sejarah, pengetahuan, etika, estetika, umat (komunitas Muslim), keluarga, serta tatanan politik sosial ekonomi, dan dunia.
Pandangan dunia Islam dari aktivis holistis ini
terwujudkan dalam fase baru kehidupan dan kariernya ketika dia menulis secara
ekstensif, memberikan kuliah dan berkonsultasi dengan berbagai gerakan Islam
dan pemerintah nasional, serta mengorganisasikan kaum Muslim Amerika. Selama
1970-an dia mendirikan program studi-studi Islam, merekrut dan melatih mahasiwa
muslim, mengorganisasikan profesional muslim, membentuk dan mengetuai Panitia
Pengarah dalam studi-studi Islam Akademi Agama Amerika (1976-1982), menjadi dan
peserta aktif dialog antaragama internasional yang di dalamnya dia menjadi juru
bicara utama Islam dalam dialog dengan agama-agama lain di dunia. Faruqi adalah
pendiri atau pemimpin banyak organisasi seperti Perhimpunan Mahasiswa Muslim
dan sejumlah perhimpunan profesional Muslim seperti Perhimpunan Ilmuan Sosial
Muslim. Dia juga menjadi dewan Pengawas perwakilan Islam Amerika Utara;
mendirikan dan menjadi presiden pertama Perguruan Tinggi Amerika di Chicago;
pada 1981 membentuk Institut Internasional bagi Pemikiran Islam di Virginia.
Selain
itu, ia juga menjadi guru besar tamu di berbagai negara, seperti di Universitas
Mindanao City, Filipina, dan di Universitas Qom, Iran. Ia pula perancang utama
kurikulum The
American Islamic College Chicago. Al Faruqi mengabdikan ilmunya di
kampus hingga akhir hayatnya, pada 27 Mei 1986, di Philadelphia.
Inti utama dari visi Faruqi adalah islamisasi
pengetahuan. Dia menganggap kelumpuhan politik, ekonomi, dan religio-kultural
umat Islam terutama merupakan akibat dualisme sistem pendidikan di dunia
Muslim, dibantah hilangnya identitas dan tak adanya visi, dia yakin bahwa
obatnya ada dua; mengkaji peradaban Islam dan islamisasi pengetahuan modern.
B. Pemikiran-Pemikiran Isma’il
Raji Al-Faruqi tentang Tauhid
Di dalam buku karangan
Isma’il Raji Al-Faruqi yang berjudul Tawhid: Its Implications for Thought and Life. Herndon, 1982, menyebutkan bahwa inti pengalaman keagamaan adalah
Tuhan. Kalimat syahadah, atau pengakuan penerimaan Islam, menegaskan:
“Tidak ada Tuhan selain Allah.” Nama Tuhan adalah “Allah”, dan menepati posisi
sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap Muslim.
Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran Muslim dalam waktu kapan pun.[1]
Al
Faruqi menegaskan tiga sumbu tauhid (kesatuan) untuk melakukan islamisasi ilmu
pengetahuan. Pertama, adalah kesatuan pengetahuan.
Berdasarkan kesatuan pengetahuan ini segala disiplin harus mencari obyektif
yang rasional, pengetahuan yang kritis mengenai kebenaran. Dengan demikian
tidak ada lagi pernyataan bahwa beberapa sains bersifat aqli (rasional)
dan beberapa sains lainnya bersifat naqli (tidak rasional): bahwa
beberapa disiplin ilmu bersifat ilmiah dan mutlak sedang disiplin lainnya
bersifat dogmatis dan relatif.
Kedua,
adalah kesatuan hidup. Berdasarkan kesatuan hidup
ini segala disiplin harus menyadari dan mengabdi kepada tujuan penciptaan.
Dengan demikian tidak ada lagi pernyataan bahwa beberapa disiplin sarat nilai
sedang disiplin-disiplin yang lainnya bebas nilai atau netral.
Ketiga,
adalah kesatuan sejarah. Berdasarkan kesatuan
sejarah ini segala disiplin akan menerima sifat yang ummatis
dan kemasyarakatan dari seluruh aktivitas manusia,
dan mengabdi kepada tujuan-tujuan ummah
di dalam sejarah. Dengan demikian tidak ada lagi pembagian pengetahuan kedalam
sains-sains yang bersifat individual dan sains-sains yang bersifat sosial,
sehingga semua disiplin tersebut bersifat humanistis dan ummatis.
Tauhid bukan sekedar
diakui dengan lidah dan ikrar akan keesaan Allah serta kenabian Muhammad SAW. Walaupun ikrar dan syahadat
oleh seorang muslimmengkonsekuensikan sejumlah aturan hukum di dunia ini, namun
tauhid yangmerupakan sumber kebahagiaan abadi manusia dan kesempurnaanya, tidak
berhentipada kata-kata dan lisan. Lebih dari itu tauhid juga harus merupakan
suatu realitasbatin dan keimanan yang berkembang di dalam hati. Tauhid juga
merupakanprinsip mendasar dari seluruh aspek hidup manusia sebagaimana yang
dikemukakan bahwa pernyataan tentang
kebenaran universal tentang pencipta dan pelindungalam semesta.
Tauhid sebagai pelengkap bagi manusia dengan pandangan
barutentang kosmos, kemanusiaan, pengetahuan dan moral serta askatologi
memberikandimensi dan arti baru dalam kehidupan manusia tujuannya obyektif dan
mengaturmanusia sampai kepada hak spesifik untuk mencapai perdamaian global,
keadilan,persamaan dan kebebasan.Bagi AI-Faruqi sendiri esensi peradaban Islam
adalah Islam itu sendiri danesensi Islam adalah Tauhid atau pengesaan terhadap
Tuhan, tindakan yangmenegaskan Allah sebagai yang Esa, pencipta mutlak dan
transenden, penguasasegala yang ada. Tauhid adalah memberikan identitas
peradaban Islam yangmengikat semua unsur-unsurnya bersama-bersama dan
menjadikan unsur-unsur tersebut suatu kesatuan yang integral dan organis yang
disebut peradaban. Prinsip pertama tauhid adalah kesaksian bahwa tiada
Tuhan selain Allah, ituberarti bahwa realitas bersifat handa yaitu terdiri dari
tingkatan alamiah atau ciptaandan tingkat trasenden atau pencipta.
Prinsip kedua, adalah
kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, itu berarti bahwa Allah adalah Tuhan dari
segala sesuatu yang bukan Tuhan. Ia adalah pencipta atau sebab sesuatu yang bukan
Tuhan. Ia pencipta atau sebab terawal dan tujuan terakhir dari segala sesuatu
yang bukan Tuhan. Prinsip ketiga tauhid adalah, bahwa Allah adalah tujuan terakhir alam semesta,berarti
bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk berbuat, bahwa alam semesta dapat
ditundukkan atau dapat menerima manusia dan bahwa perbuatan manusia terhadap alam yang dapat
ditundukkan perbuatan yang membungkam alam, yang berbeda adalah tujuan susila
dari agama. Prinsip keempat tauhid adalah, bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk
berbuat dan mempunyai kemerdekaan untuk tidak berbuat. Kemerdekaan ini memberi
manusia sebuah tanggung jawab terhadap segala tindakannya. Keempat
prinsip tersebut di atas di rangkum oleh al-Faruqi dalam beberapa istilah
yaitu :
a. Dualitas yiatu realitas
terdiri dari dua jenis: Tuhan dan bukan Tuhan; Khalik dan makhluk.
Jenis yang pertama hanya mempunyai satu anggota yakni Allah Subhana huwata ‘ala.
Hanya Dialah Tuhan yang kekal, pencipta yang transenden.Tidak ada sesuatupun
yang serupa dengan Dia. Jenis kedua adalah tatanan ruang waktu,
pengalaman, penciptaan. Di sini tercakup semua makhluk, dunia benda-benda,tanaman
dan hewan, manusia, jin, dan malaikat dan sebagainya. Kedua jenis
realitas tersebut yaitu khaliq dan makhluk sama sekali dan mutlak berbeda sepanjang
dalam wujud dan antologinya, maupun dalam eksistensi dan karir mereka.
b.
ldeasionalitas merupakan hubungan antara kedua tatanan realita ini. Titik acuannya
dalam diri manusia adalah fakultas pemahaman. Sebagai organ dantempat menyimpan
pengetahuan pemahaman mencakup seluruh fungsi gnoseologi. Anugrah ini cukup
luas untuk memahami kehendak Tuhan melaluipengamatan dan atas dasar
penciptaanKehendak sang penguasa yang hams diatualisasikan dalam ruang dan
waktu,dia mesti terjun dalam hiruk pikuk dunia dan sejarah serta menciptakan
perubahanyang dikehendaki.
Sebagai prinsip
pengetahuan, tauhid adalah pengakuan bahwa Allah, yakni kebenaran (al-Alaq),
itu ada dan bahwa Dia itu Esa. Pengakuan bahwa kebenaran itu bisa
diketahui bahwa manusia mampu mencapainya. Skeptesisme menyangkal kebenaran ini adalah kebalikan
dari tauhid. Sebagai prinsip metodologi, tauhid terdiri dari tiga prinsip: pertama, penolakan
terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas, kedua, penolakan
kontradiksi-kontradiksi hakiki, ketiga, keterbukaan bagi bukti yang barudan
atau bertentangan. Implikasi
Tauhid bagi teori sosial, dalam efeknya, melahirkan ummah, suatu kumpulan
warga yang organis dan padu yang tidak dibatasi oleh tanah kelahiran, kebangsaan,
ras, kebudayaan yang bersifat universal, totalitas dan bertanggungjawab dalam
kehidupan bersama-sama dan juga dalam kehidupan pribadi masing-masing anggotanya
yang mutlak perlu bagi setiap orang untuk mengaktualisasikan setiap
kehendak Ilahi dalam ruang dan waktu.
Dengan demikian pentingnya tauhid bagi Al-Faruqi
sama dengan pentingnya Islam itu sendiri. Tanpa Tauhid bukan hanya
Sunnah Nabi/Rasul patut diragukan danperintah-perintahNya bergoncang
kedudukannya, pranata-pranata kenabian itusendiri akan hancur. Keraguan yang
sama yang menyangkut pesan-pesan mereka,karena berpegang teguh kepada prinsip
Tauhid merupakan pedoman darikeseluruhan kesalehan, religuistas, dan seluruh
kebaikan. Wajarlah jika Alah SWTdan Rasulnya menepatkan Tauhid pada status
tertinggi dan menjadikannya penyebab kebaikan dan pahala yang terbesar. Oleh
sebab itu pentingnya Tauhid bagi Islam, maka ajaran Tauhid harus dimanifestasikan
dalam seluruh aspek kehidupan dan dijadikan dasar kebenaran Islam.
Pandangan dunia tauhid Al-Faruqi sebenarnya
berdasarkan pada keinginan untuk memperbaharui dan menyegarkan kembali
wawasan Ideasional awal dari pembaharu gerakan Salafiyah, seperti: Muhammad
ibnu Abdul Wahab, Muhammad Idris As-Sanusi, Hasan Albana dan dan
sebagainya. Landasan dasar yang digunakan olehnya ada tiga yaitu:
Pertama, ummat Islam di dunia keadaannya tidak menggembirakan, kedua, diktum
Dahi yang mengatakan bahwa "Alah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum
kecuali mereka mati mengubah diri mereka sendiri(QS. 13-12) adalah juga sebuah
ketentuan sejarah, ketiga, Ummat Islam di duniatak akan bisa bangkit kemabali
menjadi ummatan wasa'than jika ia kembali berpijak pada Islam yang telah
memberikan kepadanya rasio detre empat belas abad yang lalu, dan watak serta
kejayaannya selama berabad-abad. Demikianlah pemikiran Tauhid Al-Faruqi, yang
akhirnya terkait dengan pemikiran-pemikirannya dalam aspek lain, seperti
Islamisasi pendidikan politik dan sebagainya.
C. Karya-Karya Isma’il Raji
Al-Faruqi
Karya yang
dihasilkan dari pemikiran al-Faruqi dapat kita jumpai dalam bentuk karya asli
maupun terjemahan. Sebagian besar karyanya berbicara tentang dialektika Islam
modern dan mencurahkan perhatiannya tentang islamisasi sains. Ide-idenya selalu
menampilkan wacana yang mengarah kepada ketahidan. Berikut ini beberapa
karya-karyanya:
1. On
Arabism 4 Jilid. Amsterdam, 1962.
2. Christian
Ethics, montreal, 1967.
3. “Islam
and Modernity: Diatribe or Dialogue?” Journal of Ecumenical Studies, 1968.
4. “Islam
and Modernity: Problem and Prospectives” dalam The Word in the Third World,
disunting oleh James P. Cotter, 1968.
5. Historical
Atlas of The Religious of The World. New York, 1974. “Islamizing the Social
Science”. Studies in Islam, 1979.
6. Islam
and Culture, Kuala Lumpur, 1980.
7. The Role
of Islam in Global Interreligions Dependences” dalam Towards a Global Congress
of World’s, disunting oleh Warren Lewis, Barrytown, N.Y. 1980.
8. Essays
in Islamic and Comparative Studies. Washington D.C. 1982. (kumpulan esai yang
disunting oleh al-Faruqi)
9. Islamization
of Knowledge. Islamabad, 1982.
10. Tawhid:
Its Implications for Thought and Life. Herndon, 1982.
Dari
sekian banyak karya yang dia ditulis, sebagian besar berbicara tentang
islamisasi pengetahuan. Dia menggarisbawahi tentang perlunya kesadaran tauhid
sebagai landasan bagi setiap disiplin ilmu. Bahkan, dalam beberapa karyanya dia
merekomendasikan perlunya sebuah islamisasi ilmu-ilmu sosial.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Al-Faruqi adalah seorang tokoh yang sangat
besahaja dalam pengembanganpemikiran Islam komtemporer. Gagasan-gagasannya
sangat brilian dalam rangkamemecahkan persoalan yang dihadapi umat
Islam.Kebesarannya yang langsung berhadapan dengan Barat membuat
Al-Faruqimengamati sendiri tekanan-tekanan barat terhadap dunia Islam dan hal
inimemunculkan ide-ide untuk menghadapi serangan-serangan tersebut. Idenya
tidakterlepas dari konsep tauhid, karena tauhid adalah esensi Islam yang
mencakupseluruh aktifitas manusia.Begitu pula idenya tentang Islamisasi, tidak
terlepasa dari pro dan kontra dantelah membawanya pada puncak ketenaran di
dunia. Gagasannya tetap mejadi umatIslam pada abad ini.
Menurut
Isma’il Raji Al-Faruqi, inti pengalaman
keagamaan adalah Tuhan. Kalimat syahadah, atau pengakuan penerimaan
Islam, menegaskan: “Tidak ada Tuhan selain Allah.” Nama Tuhan adalah “Allah”,
dan menepati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran
setiap Muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran Muslim dalam waktu kapan pun.
Al Faruqi menegaskan tiga sumbu tauhid (kesatuan) untuk melakukan
islamisasi ilmu pengetahuan. Pertama, adalah kesatuan pengetahuan; Kedua, adalah kesatuan hidup ; Ketiga,
adalah kesatuan sejarah.
Tauhid juga memiliki empat
prinsip, diantaranya: Prinsip pertama tauhid adalah
kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, itu berarti
bahwa realitas bersifat ganda
yaitu terdiri dari tingkatan alamiah atau ciptaan dan
tingkat trasenden atau pencipta. kedua, adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, itu berarti bahwa Allah
adalah Tuhan dari segala sesuatu yang bukan Tuhan; ketiga tauhid adalah, bahwa
Allah adalah tujuan terakhir alam semesta; Prinsip keempat tauhid adalah,
bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk berbuat dan mempunyai
kemerdekaan untuk tidak berbuat.
Daftar
Pustaka
Astuti, Rahmani.1988.Tawhid: Its Implications for
Thought and Life. Herndon, 1982.terj.Bandung:PUSTAKA.
http://blog.uin-malang.ac.id/amin/2010/09/21 diakses pada hari ahad, tanggal 12 Juni 2011 pukul
21:19 WIB.
http://www.scribd.com/doc/49461399/al-faruqi diakses pada hari ahad, tanggal 12 Juni 2011 pukul
21:21 WIB.
[1]
Astuti, Rahmani.1988.Tawhid: Its Implications for
Thought and Life. Herndon, 1982.terj.Bandung:PUSTAKA.
Hal:1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar