Kamis, 19 April 2012

PEMIKIRAN ISMA’IL RAJI AL-FARUQI

MAKALAH

Oleh :
Halimah Kurnianingsih
NIM: 10120082
SKI

BAB I
PENDAHULUAN
            Nama besarnya telah membelah perhatian dunia intelektualisme universal. Konsep dan teorinya tentang penggabungan ilmu pengetahuan telah mengilhami berdirinya berbagai megaproyek keilmuan, semisal International Institute of Islamic Thougth (IIIT) di Amerika Serikat dan lembaga sejenis di Malaysia.
            Keprihatinan Faruqi terhadap kondisi umat Islam yang tenggelam dalam adopsi sistem pendidikan barat, maka menurutnya, tidak ada cara lain untuk membangkitkan Islam dan menolong nestapa dunia, kecuali dengan mengkaji kembali kultur keilmuan Islam masa lalu, masa kini dan keilmuan barat, untuk kemudian mengolahnya menjadi keilmuan yang rahmatan li al ‘alamin, melalui apa yang disebut “islamisasi ilmu” yang kemudian disosialisasikan lewat sistem pendidikan Islam yang integral.
            Dalam makalah ini akan kami sertakan biografi singkat dari Ismail Raji Al-Faruqi sebagai gambaran tentang latarbelakang kehidupannya, kemudian kami lengkapi dengan pemikiran-pemikirannya.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi
            Ismail Raji Al Faruqi dilahirkan di daerah Jaffa, Palestina, pada 1 Januari 1921, sebelum wilayah ini diduduki Israel. Saat itu Palestina masih begitu harmonis dalam pelukan kekuasaan Arab. Al Faruqi melalui pendidikan dasarnya di College des Freres, Lebanon sejak 1926 hingga 1936. Pendidikan tinggi ia tempuh di The American University, di Beirut. Gelar sarjana muda pun ia gapai pada 1941. Lulus sarjana, ia kembali ke tanah kelahirannya menjadi pegawai di pemerintahan Palestina, di bawah mandat Inggris selama empat tahun, sebelum akhirnya diangkat menjadi gubernur Galilea yang terakhir. . Namun pada 1947 provinsi yang dipimpinnya jatuh ke tangan Israel, hingga ia pun hijrah ke Amerika Serikat.
            Pada 1954, dia kembali ke dunia Arab dan mempelajari Islam di Universitas al-Azhar, Kairo. Dia selanjutnya belajar dan melakukan penelitian di pusat-pusat utama ilmu di dunia Muslim dan Barat sebagai guru Besar Tamu Studi Islam di Institut Studi-studi Islam dan di Fakultas Teologi, Universitas McGill (1959-1961), tempat dia mempelajari Kristen dan Yahudi; Profesor Studi-studi Islam di Institut Pusat Riset Islam di Karachi, Pakistan (1961-1963); dan Guru Besar Tamu untuk sejarah Agama-Agama di Universitas Chicago (1963-1964).
            Selama 10 tahun dia tampil sebagai seorang Arab ahli waris modernisme Islam dan empirisme Barat, pada akhir 1960-an dan awal 1970-an dia secara progresif berperan sebagai sarjana aktivis Islam. Islam dalam pandangan dia, merupakan suatu ideologi yang serba meliputi, identitas primer bagi suatu komunitas orang beriman (umat) sedunia dan prinsip pemandu bagi masyarakat dan budaya. Al-Faruqi mendasarkan interpretasi Islamnya pada doktrin tauhid (keesaan Tuhan), memadukan penegasan klasik sentralitas keesaan Tuhan (monoteis) dengan interpretasi modernis (ijtihad) dan penerapan Islam dalam kehidupan modernis. Dalam kitabnya Tawhid: Its Implications for Thought and Life, dia melukiskan tauhid sebagai esensi pengalaman keagamaan, inti Islam, dan prinsip sejarah, pengetahuan, etika, estetika, umat (komunitas Muslim), keluarga, serta tatanan politik sosial ekonomi, dan dunia.
            Pandangan dunia Islam dari aktivis holistis ini terwujudkan dalam fase baru kehidupan dan kariernya ketika dia menulis secara ekstensif, memberikan kuliah dan berkonsultasi dengan berbagai gerakan Islam dan pemerintah nasional, serta mengorganisasikan kaum Muslim Amerika. Selama 1970-an dia mendirikan program studi-studi Islam, merekrut dan melatih mahasiwa muslim, mengorganisasikan profesional muslim, membentuk dan mengetuai Panitia Pengarah dalam studi-studi Islam Akademi Agama Amerika (1976-1982), menjadi dan peserta aktif dialog antaragama internasional yang di dalamnya dia menjadi juru bicara utama Islam dalam dialog dengan agama-agama lain di dunia. Faruqi adalah pendiri atau pemimpin banyak organisasi seperti Perhimpunan Mahasiswa Muslim dan sejumlah perhimpunan profesional Muslim seperti Perhimpunan Ilmuan Sosial Muslim. Dia juga menjadi dewan Pengawas perwakilan Islam Amerika Utara; mendirikan dan menjadi presiden pertama Perguruan Tinggi Amerika di Chicago; pada 1981 membentuk Institut Internasional bagi Pemikiran Islam di Virginia.
            Selain itu, ia juga menjadi guru besar tamu di berbagai negara, seperti di Universitas Mindanao City, Filipina, dan di Universitas Qom, Iran. Ia pula perancang utama kurikulum The American Islamic College Chicago. Al Faruqi mengabdikan ilmunya di kampus hingga akhir hayatnya, pada 27 Mei 1986, di Philadelphia.
            Inti utama dari visi Faruqi adalah islamisasi pengetahuan. Dia menganggap kelumpuhan politik, ekonomi, dan religio-kultural umat Islam terutama merupakan akibat dualisme sistem pendidikan di dunia Muslim, dibantah hilangnya identitas dan tak adanya visi, dia yakin bahwa obatnya ada dua; mengkaji peradaban Islam dan islamisasi pengetahuan modern.
B.     Pemikiran-Pemikiran Isma’il Raji Al-Faruqi tentang Tauhid
            Di dalam buku karangan Isma’il Raji Al-Faruqi yang berjudul Tawhid: Its Implications for Thought and Life. Herndon, 1982, menyebutkan bahwa inti pengalaman keagamaan adalah Tuhan. Kalimat syahadah, atau pengakuan penerimaan Islam, menegaskan: “Tidak ada Tuhan selain Allah.” Nama Tuhan adalah “Allah”, dan menepati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap Muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran Muslim dalam waktu kapan pun.[1]
            Al Faruqi menegaskan tiga sumbu tauhid (kesatuan) untuk melakukan islamisasi ilmu pengetahuan. Pertama, adalah kesatuan pengetahuan. Berdasarkan kesatuan pengetahuan ini segala disiplin harus mencari obyektif yang rasional, pengetahuan yang kritis mengenai kebenaran. Dengan demikian tidak ada lagi pernyataan bahwa beberapa sains bersifat aqli (rasional) dan beberapa sains lainnya bersifat naqli (tidak rasional): bahwa beberapa disiplin ilmu bersifat ilmiah dan mutlak sedang disiplin lainnya bersifat dogmatis dan relatif.
            Kedua, adalah kesatuan hidup. Berdasarkan kesatuan hidup ini segala disiplin harus menyadari dan mengabdi kepada tujuan penciptaan. Dengan demikian tidak ada lagi pernyataan bahwa beberapa disiplin sarat nilai sedang disiplin-disiplin yang lainnya bebas nilai atau netral.
            Ketiga, adalah kesatuan sejarah. Berdasarkan kesatuan sejarah ini segala disiplin akan menerima sifat yang ummatis dan kemasyarakatan dari seluruh aktivitas manusia, dan mengabdi kepada tujuan-tujuan ummah di dalam sejarah. Dengan demikian tidak ada lagi pembagian pengetahuan kedalam sains-sains yang bersifat individual dan sains-sains yang bersifat sosial, sehingga semua disiplin tersebut bersifat humanistis dan ummatis.
            Tauhid bukan sekedar diakui dengan lidah dan ikrar akan keesaan Allah serta kenabian Muhammad SAW. Walaupun ikrar dan syahadat oleh seorang muslimmengkonsekuensikan sejumlah aturan hukum di dunia ini, namun tauhid yangmerupakan sumber kebahagiaan abadi manusia dan kesempurnaanya, tidak berhentipada kata-kata dan lisan. Lebih dari itu tauhid juga harus merupakan suatu realitasbatin dan keimanan yang berkembang di dalam hati. Tauhid juga merupakanprinsip mendasar dari seluruh aspek hidup manusia sebagaimana yang dikemukakan bahwa pernyataan tentang kebenaran universal tentang pencipta dan pelindungalam semesta.
                Tauhid sebagai pelengkap bagi manusia dengan pandangan barutentang kosmos, kemanusiaan, pengetahuan dan moral serta askatologi memberikandimensi dan arti baru dalam kehidupan manusia tujuannya obyektif dan mengaturmanusia sampai kepada hak spesifik untuk mencapai perdamaian global, keadilan,persamaan dan kebebasan.Bagi AI-Faruqi sendiri esensi peradaban Islam adalah Islam itu sendiri danesensi Islam adalah Tauhid atau pengesaan terhadap Tuhan, tindakan yangmenegaskan Allah sebagai yang Esa, pencipta mutlak dan transenden, penguasasegala yang ada. Tauhid adalah memberikan identitas peradaban Islam yangmengikat semua unsur-unsurnya bersama-bersama dan menjadikan unsur-unsur tersebut suatu kesatuan yang integral dan organis yang disebut peradaban. Prinsip pertama tauhid adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, ituberarti bahwa realitas bersifat handa yaitu terdiri dari tingkatan alamiah atau ciptaandan tingkat trasenden atau pencipta.
                Prinsip kedua, adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, itu berarti bahwa Allah adalah Tuhan dari segala sesuatu yang bukan Tuhan. Ia adalah pencipta atau sebab sesuatu yang bukan Tuhan. Ia pencipta atau sebab terawal dan tujuan terakhir dari segala sesuatu yang bukan Tuhan. Prinsip ketiga tauhid adalah, bahwa Allah adalah tujuan terakhir alam semesta,berarti bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk berbuat, bahwa alam semesta dapat ditundukkan atau dapat menerima manusia dan bahwa perbuatan manusia terhadap alam yang dapat ditundukkan perbuatan yang membungkam alam, yang berbeda adalah tujuan susila dari agama. Prinsip keempat tauhid adalah, bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk berbuat dan mempunyai kemerdekaan untuk tidak berbuat. Kemerdekaan ini memberi manusia sebuah tanggung jawab terhadap segala tindakannya. Keempat prinsip tersebut di atas di rangkum oleh al-Faruqi dalam beberapa istilah yaitu :
a. Dualitas yiatu realitas terdiri dari dua jenis: Tuhan dan bukan Tuhan; Khalik dan makhluk. Jenis yang pertama hanya mempunyai satu anggota yakni Allah Subhana huwataala. Hanya Dialah Tuhan yang kekal, pencipta yang transenden.Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Jenis kedua adalah tatanan ruang waktu, pengalaman, penciptaan. Di sini tercakup semua makhluk, dunia benda-benda,tanaman dan hewan, manusia, jin, dan malaikat dan sebagainya. Kedua jenis realitas tersebut yaitu khaliq dan makhluk sama sekali dan mutlak berbeda sepanjang dalam wujud dan antologinya, maupun dalam eksistensi dan karir mereka.
b. ldeasionalitas merupakan hubungan antara kedua tatanan realita ini. Titik acuannya dalam diri manusia adalah fakultas pemahaman. Sebagai organ dantempat menyimpan pengetahuan pemahaman mencakup seluruh fungsi gnoseologi. Anugrah ini cukup luas untuk memahami kehendak Tuhan melaluipengamatan dan atas dasar penciptaanKehendak sang penguasa yang hams diatualisasikan dalam ruang dan waktu,dia mesti terjun dalam hiruk pikuk dunia dan sejarah serta menciptakan perubahanyang dikehendaki.
                Sebagai prinsip pengetahuan, tauhid adalah pengakuan bahwa Allah, yakni kebenaran (al-Alaq), itu ada dan bahwa Dia itu Esa. Pengakuan bahwa kebenaran itu bisa diketahui bahwa manusia mampu mencapainya. Skeptesisme menyangkal kebenaran ini adalah kebalikan dari tauhid. Sebagai prinsip metodologi, tauhid terdiri dari tiga prinsip: pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas, kedua, penolakan kontradiksi-kontradiksi hakiki, ketiga, keterbukaan bagi bukti yang barudan atau bertentangan. Implikasi Tauhid bagi teori sosial, dalam efeknya, melahirkan ummah, suatu kumpulan warga yang organis dan padu yang tidak dibatasi oleh tanah kelahiran, kebangsaan, ras, kebudayaan yang bersifat universal, totalitas dan bertanggungjawab dalam kehidupan bersama-sama dan juga dalam kehidupan pribadi masing-masing anggotanya yang mutlak perlu bagi setiap orang untuk mengaktualisasikan setiap kehendak Ilahi dalam ruang dan waktu.
            Dengan demikian pentingnya tauhid bagi Al-Faruqi sama dengan pentingnya Islam itu sendiri. Tanpa Tauhid bukan hanya Sunnah Nabi/Rasul patut diragukan danperintah-perintahNya bergoncang kedudukannya, pranata-pranata kenabian itusendiri akan hancur. Keraguan yang sama yang menyangkut pesan-pesan mereka,karena berpegang teguh kepada prinsip Tauhid merupakan pedoman darikeseluruhan kesalehan, religuistas, dan seluruh kebaikan. Wajarlah jika Alah SWTdan Rasulnya menepatkan Tauhid pada status tertinggi dan menjadikannya penyebab kebaikan dan pahala yang terbesar. Oleh sebab itu pentingnya Tauhid bagi Islam, maka ajaran Tauhid harus dimanifestasikan dalam seluruh aspek kehidupan dan dijadikan dasar kebenaran Islam.
            Pandangan dunia tauhid Al-Faruqi sebenarnya berdasarkan pada keinginan untuk memperbaharui dan menyegarkan kembali wawasan Ideasional awal dari pembaharu gerakan Salafiyah, seperti: Muhammad ibnu Abdul Wahab, Muhammad Idris As-Sanusi, Hasan Albana dan dan sebagainya. Landasan dasar yang digunakan olehnya ada tiga yaitu: Pertama, ummat Islam di dunia keadaannya tidak menggembirakan, kedua, diktum Dahi yang mengatakan bahwa "Alah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum kecuali mereka mati mengubah diri mereka sendiri(QS. 13-12) adalah juga sebuah ketentuan sejarah, ketiga, Ummat Islam di duniatak akan bisa bangkit kemabali menjadi ummatan wasa'than jika ia kembali berpijak pada Islam yang telah memberikan kepadanya rasio detre empat belas abad yang lalu, dan watak serta kejayaannya selama berabad-abad. Demikianlah pemikiran Tauhid Al-Faruqi, yang akhirnya terkait dengan pemikiran-pemikirannya dalam aspek lain, seperti Islamisasi pendidikan politik dan sebagainya.
C.    Karya-Karya Isma’il Raji Al-Faruqi
            Karya yang dihasilkan dari pemikiran al-Faruqi dapat kita jumpai dalam bentuk karya asli maupun terjemahan. Sebagian besar karyanya berbicara tentang dialektika Islam modern dan mencurahkan perhatiannya tentang islamisasi sains. Ide-idenya selalu menampilkan wacana yang mengarah kepada ketahidan. Berikut ini beberapa karya-karyanya:
1.    On Arabism 4 Jilid. Amsterdam, 1962.
2.    Christian Ethics, montreal, 1967.
3.    “Islam and Modernity: Diatribe or Dialogue?” Journal of Ecumenical Studies, 1968.
4.    “Islam and Modernity: Problem and Prospectives” dalam The Word in the Third World, disunting oleh James P. Cotter, 1968.
5.    Historical Atlas of The Religious of The World. New York, 1974. “Islamizing the Social Science”. Studies in Islam, 1979.
6.    Islam and Culture, Kuala Lumpur, 1980.
7.    The Role of Islam in Global Interreligions Dependences” dalam Towards a Global Congress of World’s, disunting oleh Warren Lewis, Barrytown, N.Y. 1980.
8.    Essays in Islamic and Comparative Studies. Washington D.C. 1982. (kumpulan esai yang disunting oleh al-Faruqi)
9.    Islamization of Knowledge. Islamabad, 1982.
10.     Tawhid: Its Implications for Thought and Life. Herndon, 1982.
         
          Dari sekian banyak karya yang dia ditulis, sebagian besar berbicara tentang islamisasi pengetahuan. Dia menggarisbawahi tentang perlunya kesadaran tauhid sebagai landasan bagi setiap disiplin ilmu. Bahkan, dalam beberapa karyanya dia merekomendasikan perlunya sebuah islamisasi ilmu-ilmu sosial.











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Al-Faruqi adalah seorang tokoh yang sangat besahaja dalam pengembanganpemikiran Islam komtemporer. Gagasan-gagasannya sangat brilian dalam rangkamemecahkan persoalan yang dihadapi umat Islam.Kebesarannya yang langsung berhadapan dengan Barat membuat Al-Faruqimengamati sendiri tekanan-tekanan barat terhadap dunia Islam dan hal inimemunculkan ide-ide untuk menghadapi serangan-serangan tersebut. Idenya tidakterlepas dari konsep tauhid, karena tauhid adalah esensi Islam yang mencakupseluruh aktifitas manusia.Begitu pula idenya tentang Islamisasi, tidak terlepasa dari pro dan kontra dantelah membawanya pada puncak ketenaran di dunia. Gagasannya tetap mejadi umatIslam pada abad ini.
                Menurut Isma’il Raji Al-Faruqi, inti pengalaman keagamaan adalah Tuhan. Kalimat syahadah, atau pengakuan penerimaan Islam, menegaskan: “Tidak ada Tuhan selain Allah.” Nama Tuhan adalah “Allah”, dan menepati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap Muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran Muslim dalam waktu kapan pun.
            Al Faruqi menegaskan tiga sumbu tauhid (kesatuan) untuk melakukan islamisasi ilmu pengetahuan. Pertama, adalah kesatuan pengetahuan; Kedua, adalah kesatuan hidup ; Ketiga, adalah kesatuan sejarah.
                Tauhid juga memiliki empat prinsip, diantaranya: Prinsip pertama tauhid adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, itu berarti bahwa realitas bersifat ganda yaitu terdiri dari tingkatan alamiah atau ciptaan dan tingkat trasenden atau pencipta. kedua, adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, itu berarti bahwa Allah adalah Tuhan dari segala sesuatu yang bukan Tuhan; ketiga tauhid adalah, bahwa Allah adalah tujuan terakhir alam semesta; Prinsip keempat tauhid adalah, bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk berbuat dan mempunyai kemerdekaan untuk tidak berbuat.




Daftar Pustaka
            Astuti, Rahmani.1988.Tawhid: Its Implications for Thought and Life. Herndon, 1982.terj.Bandung:PUSTAKA.
            http://blog.uin-malang.ac.id/amin/2010/09/21 diakses pada hari ahad, tanggal 12 Juni 2011 pukul 21:19 WIB.
            http://www.scribd.com/doc/49461399/al-faruqi diakses pada hari ahad, tanggal 12 Juni 2011 pukul 21:21 WIB.



[1] Astuti, Rahmani.1988.Tawhid: Its Implications for Thought and Life. Herndon, 1982.terj.Bandung:PUSTAKA. Hal:1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar