MAKALAH
Oleh :
Halimah
Kurnianingsih NIM: 10120082
SKI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Ateisme
adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan
dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Dalam pengertian yang paling luas,
ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan.[1]
Orang
yang pertama kali mengaku sebagai "ateis" muncul pada abad ke-18. Batasan
dasar pemikiran ateistik yang paling luas adalah antara ateisme praktis dengan ateisme
teoretis. Terdapat berbagai alasan-alasan teoretis untuk menolak keberadaan
tuhan, utamanya secara ontologis, gnoseologis, dan epistemologis. Selain itu
terdapat pula alasan psikologis dan sosiologis.
B.
Rumusan
Masalah
Beberapa pokok permasalahan yang dibahas dalam makalah ini antara
lain:
1.
Siapa dan bagaimana orang yang pertama kali
memakai kata ateisme?
2.
Apa perbedaan dari ateisme, komunisme dan
agnostisisme?
3.
Apa persamaan dari ateisme dan materialisme?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Awal Ateisme
Penulis Perancis abad ke-18, Baron d'Holbach adalah
salah seorang pertama yang menyebut dirinya ateis. Dalam buku The
System of Nature (1770), ia melukiskan jagad raya dalam
pengertian materialisme filsafat, determinisme yang sempit, dan ateisme. Buku
ini dan bukunya Common Sense (1772)
dikutuk oleh Parlemen
Paris, dan salinan-salinannya dibakar di depan umum.[2]
Kata
ateisme (atheism) berakar dari dua kata bahasa Yunani, ”a” yang berarti tanpa
atau tidak dan ”theos” yang berarti tuhan. Seorang ateis (atheist), berdasarkan
akar katanya, adalah orang tanpa keimanan pada Tuhan; tidak harus meyakini
bahwa Tuhan tidak ada.[3] Ateisme sebagai pandangan filosofi adalah
posisi yang tidak mempercayai akan keberadaan tuhan dan dewa (nonteisme) atau
menolak teisme sekaligus. Pada
kebudayaan Barat, ateis seringkali diasumsikan sebagai tak beragama
(ireligius). Beberapa aliran Agama Buddha tidak pernah menyebutkan istilah
'Tuhan' dalam berbagai upacara ritual, namun dalam Agama Buddha konsep
ketuhanan yang dimaksud mempergunakan istilah Nibbana. Karenanya agama ini
sering disebut agama ateistik. Walaupun banyak dari yang mendefinisikan dirinya
sebagai ateis cenderung kepada filosofi sekuler seperti humanisme,
rasionalisme, dan naturalisme, tidak ada ideologi atau perilaku spesifik yang
dijunjung oleh semua ateis.
Untuk
menghindari kebingungan, beberapa orang membedakan antara ateisme positif dan
ateisme negatif. Yang pertama merujuk pada negasi keberadaan tuhan, sementara
yang kedua berarti hidup ’tanpa tuhan’, sesuai dengan akar Yunani kata
tersebut. Sebagai lawan dari ateisme biasanya digunakan kata teisme (theism)
yang diartikan sebagai keimanan pada Tuhan personal yang aktif penciptaan
makhluk dan menurunkan wahyu. Dengan demikian, ateisme adalah kebalikan dari
deisme, yang menganggap tuhan tidak lagi berperan dalam penciptaan, dan
panteisme yang percaya bahwa tuhan sama dengan alam semesta. Ateisme negatif,
secara luas, adalah ketidakpedulian terhadap persoalan eksistensi tuhan, yang
mencakup tidak hanya tuhan teistik saja. Ateisme positif, di sisi lain, adalah ketidakpercayaan
aktif terhadap semua tuhan. atau tuhan teistik saja. Untuk memertahankan konsep
ateisme positif, dalam makna diatas, ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama
alasan-alasan untuk percaya pada tuhan teistik harus ditolak, dan, kedua, alasan-alasan
untuk tidak percaya pada tuhan teistik mesti dijabarkan.
Ateisme pertama
kali digunakan untuk merujuk pada "kepercayaan tersendiri" pada akhir
abad ke-18 di Eropa, utamanya merujuk pada ketidakpercayaan pada Tuhan
monoteis. Pada abad ke-20, globalisasi memperluas definisi istilah ini untuk
merujuk pada "ketidakpercayaan pada semua tuhan/dewa", walaupun
adalah masih umum untuk merujuk ateisme sebagai "ketidakpercayaan pada
Tuhan (monoteis)".[4]
Ateisme lahir dari sejarah yang
panjang, sebagai salah satu anak dari modernisme. Meskipun cikal bakal ateisme
sebenarnya sudah muncul dari Xenophanes di zaman Yunani Kuno, yang mengatakan
bahwa dewa-dewa yang ada hanyalah gambaran manusia saja dan tidak mungkin dewa
yang agung kelakuannya sama dengan manusia, modernisme tetap menjadi ibu
kandung dari ateisme, terlebih ateisme yang menjadi lawan dari teisme,
khususnya teisme versi Yudeo-Kristiani. Dalam versi Islam awal munculnya ateis
adalah perdebatan dengan kaum zindiq dan mu’tazilah.
Ateisme juga bukan sebuah pemikiran anti-agama
dan anti-tuhan namun sering kali dikacaukan dengan Antiteisme yang merupakan
suatu pemikiran anti-agama atau anti-tuhan. Ateisme bukanlah agama karena tidak
punya ajaran tertentu, tidak punya kitab suci tertentu, dan tidak juga menyembah
apapun. Membedakan ateisme dari paham lainnya
Ateisme sama sekali berbeda dengan komunisme.
Komunisme pada umumnya ateis, tetapi ateis tidak berarti komunis. Komunisme
adalah sebuah sistem pemikiran yang dapat dikembangkan menjadi ideologi dan
bahkan sistem pemerintahan, sementara ateisme merupakan sistem
ke(tidak)percayaan. Agnostisisme
tidak sama dengan ateisme. Agnostisisme artinya tidak mengetahui apakah Tuhan
ada atau tidak. Sementara ateisme tidak mempercayai keberadaan Tuhan. Ateisme
hanyalah suatu keadaan sebatas 'tidak percaya bahwa Tuhan ada', tidak lebih
dari itu.
B.
Klasifikasi Ateisme
Suatu gambaran yang menunjukkan hubungan antara definisi ateisme
kuat/lemah dengan ateisme implisit/eksplisit. Ateis implisit tidak memiliki
pemikiran akan kepercayaan pada tuhan; individu seperti itu dikatakan secara
implisit tanpa kepercayaan pada tuhan. Ateis eksplisit mengambil posisi
terhadap kepercayaan pada tuhan; individu tersebut dapat menghindari untuk
percaya pada tuhan (ateisme lemah), ataupun mengambil posisi bahwa tuhan tidak
ada (ateisme kuat).
Para filsuf seperti Antony Flew, Michael Martin, dan William L.
Rowe membedakan antara ateisme kuat (positif) dengan ateisme lemah (negatif).[5]
Ateisme kuat adalah penegasan bahwa tuhan tidak ada, sedangkan ateisme lemah
meliputi seluruh bentuk ajaran nonteisme lainnya. Menurut kategorisasi ini,
siapapun yang tidak mempercayai agama atau tuhan dapatlah ateis yang lemah
ataupun kuat. Istilah lemah dan kuat ini merupakan istilah baru, namun istilah
yang setara seperti ateisme negatif dan positif telah digunakan dalam berbagai
literatur-literatur filosofi dan apologetika Katolik (dalam artian yang sedikit
berbeda). Menggunakan batasan ateisme ini, kebanyakan agnostik adalah ateis
lemah.
Smith menciptakan istilah ateisme implisit untuk merujuk pada
"ketiadaan kepercayaan teistik tanpa penolakan yang secara sadar
dilakukan" dan ateisme eksplisit untuk merujuk pada definisi
ketidakpercayaan yang dilakukan secara sadar.
C.
Dasar Pemikiran
Batasan
dasar pemikiran ateistik yang paling luas adalah antara ateisme praktis dengan
ateisme teoretis. Bentuk-bentuk ateisme teoretis yang berbeda-beda berasal dari
argumen filosofis dan dasar pemikiran yang berbeda-beda pula. Sebaliknya,
ateisme praktis tidaklah memerlukan argumen yang spesifik dan dapat meliputi
pengabaian dan ketidaktahuan akan pemikiran tentang tuhan/dewa.[6]
1. Ateisme Praktis
Dalam ateisme praktis atau pragmatis, yang juga dikenal sebagai
apateisme. Menurut pandangan ini, keberadaan
tuhan tidaklah disangkal, namun dapat dianggap sebagai tidak penting dan tidak
berguna; tuhan tidaklah memberikan kita tujuan hidup, ataupun memengaruhi
kehidupan sehari-hari. Ateisme praktis dapat berupa: Ketiadaan motivasi religius, yakni
kepercayaan pada tuhan tidak memotivasi tindakan moral, religi, ataupun
bentuk-bentuk tindakan lainnya. Pengesampingan masalah tuhan dan religi secara aktif dari
penelusuran intelek dan tindakan praktis; Pengabaian, yakni ketiadaan
ketertarikan apapun pada permasalahan tuhan dan agama; dan Ketidaktahuan akan
konsep tuhan dan dewa.
2. Ateisme Teoretis
Ateisme
teoretis secara eksplisit memberikan argumen menentang keberadaan tuhan, dan secara aktif merespon
kepada argumen teistik mengenai keberadaan tuhan. Terdapat berbagai alasan-alasan teoretis untuk
menolak keberadaan tuhan, utamanya secara ontologis, gnoseologis, dan
epistemologis. Selain itu terdapat pula alasan psikologis dan sosiologis.[7]
1) Argumen
epistemologis dan ontologis
Ateisme
epistemologis berargumen bahwa orang tidak dapat mengetahui Tuhan ataupun
menentukan keberadaan Tuhan. Dasar epistemologis ateisme adalah agnostisisme.
Dalam filosofi imanensi, ketuhanan tidak dapat dipisahkan dari dunia itu
sendiri, termasuk pula pikiran seseorang, dan kesadaran tiap-tiap orang
terkunci pada subjek. Menurut bentuk agnostisisme ini, keterbatasan pada
perspektif ini menghalangi kesimpulan objektif apapun mengenai kepercayaan pada
tuhan dan keberadaannya.
2) Argumen metafisika
Ateisme metafisik didasarkan pada monisme metafisika, yakni
pandangan bahwa realitas adalah homogen dan tidak dapat dibagi. Ateis metafisik
absolut termasuk ke dalam beberapa bentuk fisikalisme, sehingga secara
eksplisit menolak keberadaan makhluk-makhluk halus. Ateis metafisik relatif
menolak secara implisit konsep-konsep ketuhanan tertentu didasarkan pada
ketidakkongruenan antara filosofi dasar mereka dengan sifat-sifat yang biasanya
ditujukan kepada tuhan, misalnya transendensi, sifat-sifat personal, dan
keesaan tuhan.
3)
Argumen
psikologis, sosiologis, dan ekonomi
Para filsuf
seperti Ludwig Feuerbach dan Sigmund Freud berargumen bahwa Tuhan dan
kepercayaan keagamaan lainnya hanyalah ciptaan manusia, yang diciptakan untuk
memenuhi keinginan dan kebutuhan psikologis dan emosi manusia. Karl
Marx dan Friedrich Engels, dipengaruhi oleh karya Feuerbach, berargumen bahwa
kepercayaan pada Tuhan dan agama adalah fungsi sosial, yang digunakan oleh
penguasa untuk menekan kelas pekerja.
4)
Argumen logis dan berdasarkan bukti
Ateisme logis
memiliki posisi bahwa berbagai konsep ketuhanan, seperti tuhan personal dalam
kekristenan, dianggap secara logis tidak konsisten. Mereka
berargumen bahwa kemahatahuan, kemahakuasaan, dan kemahabelaskasihan Tuhan
tidaklah cocok dengan dunia yang penuh dengan kejahatan dan penderitaan, dan
welas kasih tuhan/dewa adalah tidak dapat dilihat oleh banyak orang. Argumen
yang sama juga diberikan oleh Siddhartha Gautama, pendiri Agama Buddha.
5)
Argumen antroposentris
Ateisme dalam bentuk ini menganggap kemanusiaan sebagai sumber
mutlak etika dan nilai-nilai, dan mengizinkan individu untuk menyelesaikan
permasalahan moral tanpa bergantung pada Tuhan.
D. Hubungan Ateis dengan Moral
Para ateis dapat berpegang pada berbagai kepercayaan etis, mulai
dari universalisme moral humanisme, yang berpandangan bahwa nilai-nilai moral
haruslah diterapkan secara konsisten kepada seluruh manusia, nilai moral
universal bisa didapat dimana saja tidak harus diperoleh dalam doktrin dan
aturan agama, bahkan didalam mata hati setiap orang pasti mengatakan bahwa yang
tidak baik tidak boleh dilakukan dipungkiri atau
tidak itu memang dapat dirasakan. Ateisme
hanyalah suatu keadaan sebatastidak percaya bahwa Tuhan ada, tidak lebih dari itu. [8]
E. Kaitan antara Ateisme dengan Materialisme
Materialisme karakteristiknya adalah materi itu absolut, materi
tidak terbatas dan segala sesuatu terdiri dari materi, jadi kalau materi
dijadikan paham maka segala sesuatu didasari dengan kenyataan terlihat oleh
mata dan ada wujudnya. Masalah tuhan, malaikat, jin merupakan hal yang ghaib
tidak ada wujudnya dan tidak tampak. Jadi agama yang
mempunyai keyakinan terhadap benda-benda tidak kasat mata tidaklah sesuai
dengan paham materialisme, orang yang mempercayai paham tersebut tidak percaya
adanya agama yang mengimani sesuatu yang nonmaterial jadi dapat dikatakan masuk
kedalam ateisme, oleh sebab itu materialisme selalu dihubungkan dengan ateisme.
Materialisme dapat dikatakan seperti ateisme karena bentuk dan substansinya
sama-sama tidak mengakui adanya tuhan.[9]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada
dasarnya ateisme merupakan sebuah
pandangan filosofi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi
ataupun penolakan terhadap teisme. Para filsuf
seperti Antony Flew, Michael Martin, dan William L. Rowe membedakan antara
ateisme kuat (positif) dengan ateisme lemah (negatif). Walaupun antara ateisme dengan agnoistisme
itu sepertinya sama, namun sebenarnya keduanya itu berbeda. Ateisme tidak
mempercayai keberadaan Tuhan, sedangkan agnoistisme artinya tidak
mengetahui apakah Tuhan ada atau tidak. Ateisme juga berbeda dengan komunisme, karena
komunisme merupakan sebuah sistem pemikiran yang dapat dikembangkan
menjadi ideologi dan bahkan sistem pemerintahan, sementara ateisme merupakan
sistem ke(tidak)percayaan.
Walaupun secara mendasar ateisme dan
materialisme itu bertentangan, ateisme karakteristiknya adalah tuhan itu tidak
ada dan materialism karakteristiknya adalah materi itu absolut, tidak
mempercayai hal ghaib seperti tuhan, roh, dll, namun keduanya memiliki
kesamaan, yaitu sama-sama tidak mempercayai adanya tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/AteiAteisme. 7 Desember 2011. pukul 13.27.
http://robbani.wordpress.com/2009/03/10/ateisme/. 7 Desember 2011. Pukul 13.29
http://
tamandharma.com/forum/index.php?topic=6558.0. 7 Desember 2011. Pukul 13.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar